Pajak Penghasilan |
Achmad Syaiful Huda Atika Abdul Azis Zulkarnaen Budi Wahyono Esa M.P Nindya Kirana Uswatun Hasanah |
|
|
|
|
|
PAJAK PENGHASILAN UMUM
1. Subjek Pajak
Pajak Penghasilan umum merupakan pajak subjektif. Kewajiban ini merupakan kewajiban yang melekat pada diri seseorang atau badan. Subjek pajak meliputi[1]:
1. Orang pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.
3. Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Bentuk usaha tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi dua[2], yaitu:
1. Subjek Pajak Dalam Negeri
2. Subjek Pajak Luar Negeri
Perbedaan Subjek Pajak Dalam Negeri dengan Subjek Pajak Luar Negeri
SP DN | SP LN |
Penghasilan dari Indonesia dan dari luar Indonesia | Penghasilan hannya yang berasal dari Indonesia saja |
Dasar pengenaan pajak dari Penghasilan netto | Dasar pengenaan pajak dari penghasilan bruto |
Dikenekan tarif umum (Ps. 17) | Dikenakan tarif (Ps. 26) |
Wajib menyampaikan SPT | Tidak wajib menyampaikan SPT |
Waktu yang dijadikan dasar untuk menentukan status apakah subjek pajak itu merupakan SP DN atau SP LN ditetapkan menurut UU PPh selama 183 hari dalam jangka 12 bulan.
|
Sedangkan subjek yang tidak dikenakan pajak yaitu:
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dengan syarat yang ditentukan pada UU PPh no 36 tahun 2008 pasal 3.
3. Organisasi-organisasi internasional sesuai syarat yang ditentukan pada UU Pph no 36 tahun 2008 pasal 3 yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Kewajiban Pajak Subjektif
Subjek Pajak | Mulai | Berakhir | |
Dalam Negeri | Orang Pribadi | Saat dilahirkan | Saat meninggal |
Saat berada di Indonesia atau berniat untuk itu | Saat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya | ||
Badan | Saat didirikan di Indonesia | Saat dibubarkan/tidak berkedudukan di Indonesia | |
Warisan Belum Terbagi | Saat timbulnya | Selesai dibagi | |
Luar Negeri | Melalui BUT | Saat menjalankan usaha/kegiatan di Indonesia | Saat tidak menjalankan usaha/kegiatan di Indonesia |
Tidak melalui BUT | Saat menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia | Saat sudah tidak menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia |
2. Objek Pajak
Setelah mempelajari subjek pajak yang wajib dikenakan pajak, selanjutnya adalah membahas yang terbebani pajak atau objek pajak. Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.[3]
Pengecualian objek pajak meliputi beberapa ketentuan berikut:
1. Bantuan atau sumbangan dan harta hibahan
termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
4. Penggantian atau imbalan kecuali yang bukan wajib pajak yang dikenakan pajak secara final atau yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
6. Dividen
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari Perseroan Komanditer yang modalnya tidak terbagi atas ketentuan yang berlaku dalam Undang-undang.
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berdasarkan ketentuan Undang-undang
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu sesuai ketentuan peraturan Menteri Keuangan
12. Sisa lebih yang diterima lembaga nirlaba yang bergerak dalam pendidikan atau lainnya yang sesuai dengan ketentuan Undang-undang
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri keuangan.
· Biaya-biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Biaya-biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto yaitu:
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha.[4]
2. Penyusutan atau pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 11A.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
7. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan Indonesia.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat yang tertulis dalam Undang-undang.[5]
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
12. Sumbnagan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan biaya-biaya yang disebutkan di atas terjadi kerugian maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya sampai dengan lima tahun. Sedangkan kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 7.
· Biaya-biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto
Untuk menentukan besarnya penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan :
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekuktu, atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dan pengecualian sesuai Undang-undang.[6]
4. Premi asuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali yang tertulis dalam Undang-undang dan sesuai Peraturan Pemerintah.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan berdasarkan ketentuan Undang-undang dan ketentuannya diatur oleh Peraturan Pemerintah.
8. Pajak penghasilan.
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbaggi atas saham.
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 atau pasal 11A.
3. Tarif Pajak
Tarif pajak diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi:
1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut[7]:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak | Tarif Pajak |
Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 | 5,00% |
Di atas Rp. 50.000.000,00 sampai dengan Rp. 250.000.000,00 | 15,00% |
Di atas 250.000.000,00 sampai dengan Rp. 500.000.000,00 | 25,00% |
Di atas Rp 500.000.000,00 | 30,00% |
2. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% pada tahun 2009, dan menjadi 25% pada tahun 2010.
Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar[8]:
· Rp. 15.840.000,00 untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi
· Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
· Rp. 15.840.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1)
· @ Rp. 1.320.000,00 tambahan tanggungan (maksimal 3 orang)
Penentuan besarnya Penghasilan Kena Pajak
PN : Penghasilan Netto
PTKP : Pengh. Tidak Kena Pajak
PB : Pengh. Bruto
Syarat Pembukuan dan Pencatatan
Dasar Hukum Ps. 28 UU KUP dan KEP-520/PJ./2000
Ya Tidak
| |||||||
|
Tidak
Ya
|
Kewajiban Pembukuan atau Pencatatan
Dasarr Hukum Ps. 14 UU PPh dan KEP-536/PJ./2000
|
Ya
| ||||||||
Tidak
Tidak Tidak
Ya Ya
| ||||||||
|
|
· NPPN adalah Norma Penghitungan Penghasilan Netto
Pokok-pokok perubahan | Ketentuan lama | Ketentuan baru |
Bunga obligasi yang diterima reksadana | Pasal 4 ayat (3) huruf j: bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama lima tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha dikecualikan sebagai objek PPh | Ketentuan tersebut dicabut |
Surplus BI | Surplus BI ditafsirkan sebagai bukan objek pajak | Penegasan bahwa surplus BI merupakan objek pajak |
Dividen yang diterima WP OP | Dividen yang diterima WP OP tidak termasuk dalam objek Pph pasal 4 ayat (2) | Dividen yang diterima WP OP dikenakan Pph pasal 4 ayat (2) final setinggi-tingginya sebesar 10% |
PTKP | KMK Nomor: 137/PMK.03/2005 - Diri sendiri : Rp 13.200.000 - Tambahan WP kawin : Rp 1.200.000 - Tambahan isteri bekerja : Rp 13.200.000 - Tambahan tanggungan : Rp 1.200.000 (maksimal 3 orang) | - Diri sendiri : Rp 15.840.000 - Tambahan WP kawin : Rp 1.320.000 - Tambahan isteri bekerja : Rp 15.840.000 - Tambahan tanggungan : Rp 1.320.000 (maksimal 3 orang) |
Norma Penghasilan netto | Pasal 14 UU No.17 Tahun 2000: WP OP yang memiliki peredaran usaha kurang dari Rp 600 juta dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan netto | Batas peredaran usaha untuk dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan netto bagi WP OP dinaikkan menjadi Rp 4,8 milyar |
Tarif WP OP | Pasal 17 UU No. 17 Tahun 2000 no. lapisan penghasilan tarif: - Sampai dengan Rp 25.000.000 dikenakan tarif 5% - diatas Rp 25.000.000 sampai Rp 50.000.000 dikenakan tarif 10% - diatas Rp 50.000.000 sampai Rp 100.000.000 dikenakan tarif 15% - diatas Rp 100.000.000 sampai Rp 200.000.000 dikenakan tarif 25% - diatas Rp 200.000.000 dikenakan tarif 35% | no. lapisan penghasilan tarif: - Sampai dengan Rp 50.000.000 dikenakan tarif 5% - diatas Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 dikenakan tarif 15% - diatas Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000 dikenakan tarif 25% - diatas Rp 500.000.000 dikenakan tarif 30% |
Tarif WP Badan | Ketentuan UU No.17 Th.2000 No. lapisan penghasilan tarif - s.d. Rp. 50.000.000 dikenakan tarif 10% - diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 100.000.000 dikenakan tarif 15% - diatas Rp. 100.000.000 dikenakan tarif 30% | -Tarif tunggal 30% - diturunkan menjadi 28% pada tahun 2009, dan menjadi 25% pada tahun 2010 |
Tarif Pemotongan dan pemungutan | | Jenis pot/put tarif non NPWP dibandingkan tarif NPWP Pasal 21 20% lebih tinggi Pasal 22 100% lebih tinggi Pasal 23 100% lebih tinggi |
Fiskal luar negeri | Bagi WP orang pribadi yang bertolak ke luar negeri wajib membayar fiskal Luar Negeri sebagai pembayaran pajak dimuka. Sesuai PP No.41 Th. 2001 besarnya Fiskal Luar Negeri : - Sebesar Rp. 1.000.000 transportasi melalui udara - Sebesar Rp. 500.000 transportasi melalui darat dan laut | - Bagi WPOP yang memiliki NPWP tidak membayar Fiskal Luar Negeri - Bagi WPOP yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke LN, wajib pajak membayar Fiskal Luar Negeri sebagai pembayaran pajak dimuka yang ketentuannya diatur dengan PP |
UMKM | | Untuk pengembangan UMKM diberikan fasilitas perpajakan berupa pengurangan tarif 50% lebih rendah dari tarif normal yang diatur dengan PP |
CONTOH-CONTOH SOAL PPh
1. Wajib pajak Tn. Acong Th. 2009 memiliki gaji pokok Rp 96.000.000, tunjangan lainnya dan uang lembur sebesar Rp 12.000.000, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja Rp 6.000.000, ia juga menerima tantiem,bonus dan THR sebesar Rp 16.000.000. Dan dalam satu tahun ia harus membayar
a. biaya jabatan sebesar 5% dari pengh. Bruto, dan iuran pensiun sebesar Rp 4.560.000. Dia memiliki istri dan 3 anak.
b. Berapa Penghasilan netto Tn. Acong dalam setahun?
c. Hitunglah PTKP!
d. Hitung PPh Ps. 17 terutang!
2. Wajib pajak Tn. Azis (Islam)Th. 2009 memiliki gaji pokok Rp 560.000.000, tunjangan lainnya dan uang lembur sebesar Rp 40.000.000, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja Rp 10.000.000, ia juga menerima tantiem,bonus dan THR sebesar Rp 25.000.000. Dan dalam satu tahun ia harus membayar biaya jabatan sebesar 5% dari pengh. Bruto, dan iuran pensiun sebesar Rp 4.560.000. Dia memiliki istri dan 3 anak.
a. Berapa Penghasilan netto Tn. Azis setelah dikurangi zakat dalam setahun?
b. Hitunglah PTKP!
c. Hitung PPh Ps. 17 terutang!
3. Ahmad adalah seorang pegawai dengan gaji Rp 2.000.000 per bulan. Penghitungan zakat atas penghasilan sebagai pegawai adalah?
4. Seorang wajib pajak (suami) dalam tahun 2009 menerima atau memperoleh penghasilan neto sebesar Rp 350.000.000. wajib pajak berstatus kawin pisah harta dan beragama islam. Dia memiliki 4 orang anak, sedangkan isterinya menerima atau memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar Rp 200.650.000. penetapan tarif untuk masing-masing suami dan isteri adalah?
5. Seorang wajib pajak (suami) dalam tahun 2009 memperoleh penghasilan neto sebesar Rp 315.450.000. wajib pajak berstatus hidup berpisah (HB) dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan isterinya menerima penghasilan neto dari usaha sebesar Rp 210.000.000
Jawaban :
1.
2.
3. Penghasilan bruto Rp 24.000.000
Biaya jabatan Rp 1.200.000-
Penghasilan neto Rp 22.800.000
*Zakat atas penghasilan 2,5% Rp 570.000
· zakat atas penghasilan adalah = 2,5% x penghasilan neto
= 2,5% x Rp 22.800.000
= Rp 570.000
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
UU PPh No. 36 Tahun 2008
UU PPh No. 17 Tahun 2000
Buku petunjuk pengisian SPT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar