hubungan psikologi social dengan ilmu-ilmu social lain
manusia sebagai makhluk social selain menjadi objek dari psikologi juga menjadi objek dari ilmu social lain, misalnya sosiologi. Sosiologi sebagai suatu ilmu mempelajari manusia dalam hidup bermasyarakat. Karena baik psikologi maupun sosiologi sama-sama mempelajari manusia, karena tidaklah mengherankan bahwa didamping adanya perbedaan, terdapat pula titik pertemuan dalam meninjau manusia itu.
Tinjauan sosiologi yang penting adalah bentuk hidup bermasyarakat, struktur dan fungsi dari kelompok yang terkecil hingga kelompok yang besar (Myers, 1983). Sedangkan tinjauan psikologi yang penting adalah bahwa perilaku itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan, yang didorong oleh motif tertentu, hingga manusia itu berprilaku atau berbuat.
Dari penjelasan diatas dapat dikemukana bahwa antara psikologi dan sosisologi memang terdapat perbedaan dalam materi yang dibicarakan selain ada titik-titik pertemuan antara keduanya. Karena adanya titik-titik pertemuan antara kedua ilmu tersebut, maka timbullah ilmu dalam lapangan psikologi, yaitu psikologi social. Gerungan menyatakan bahwa pertemuan psikologi dengan sosiologi itulah merupakan daerah psikologi social.
“Bila lingkaran pertama adalah bidang ilmu psikologi dan lingkaran kedua adalah sosiologi, maka bidang yang ditutupi oleh kedua bidang tersebut adalah bidang psikologi social”.
Perilaku manusia sebagai suatu respon terhadap stimulus yang diterimanya, menjadi tinjauan dari berbagai ilmu antara lain antropologi, sosiologi, psikologi, ekonomi dan sebagainya, yaitu oleh semua ilmu yang dikenal dengan ilmu-ilmu social (Koentjaraningrat, 1974). Disamping itu Secord dan Backman (1966) mengemukakan tentang bahwa perilaku manusia dalam interaksi social dapat dianalisis melalui 3 macam system, yaitu the personality system, the social system, and the cultural system.
§ Perilaku manusia dalam kaitannya dengan lingkungan merupakan tinjauan dari antropologi. Antropologi, khususnya antropologi budaya meninjau perilaku dari segi kebudayaan yang melatarbelakanginya.
§ Sosiologi juga meninjau perilaku manusia dalam kaitannya dengan hidup bermasyarakat. Tinjuannya lebih pada bagaimana hubungan individu dengan kelompoknya, tinjauannya kepada sostem socialnya. Ini berarti bahwa system kehidupan social merupakan focus dari sosiologi.
§ Tinjauan personality system adlah meninjau perilaku manusia dari segi psikologi, khususnya psikologi kepribadian, yaitu meninjau manusia dari sudut pandang bahwa manusia itu mempunyai kemampan-kemampuan, sifat-sifat, perasaan tertentu. Jadi pendekatannya adalah dari segi potensi-potensi psikologis yanga ada dalam diri manusia itu. Dari segi itulah yang menyebabkan manusia itu berprilaku.
Menurut Secord and Backman (1964) psikologi social mempunyai sifat yang meninjau prilaku manusia dari sudut pandang prilaku manusia dari ketiga pendekatan tersebut, karena dalam melihat perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan lingkungannya, yaitu menyangkut segi kebudayaan serta struktur sosialnya.
- Aliran-aliran dalam psikologi social
Telah kita ketahui bahwa yang menjadi pokok pembahasan dalam ilu jiwa social adalah tingkah laku individu dalam situasi social. Tetapi mengenai hal tersebut terdapat pertentangan paham dari beberapa tokoh ilmu jiwa social yang dalam garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi 2 aliran, yaitu aliran Subjektivisme dan Objektivisme.
- Subjektivisme
Aliran ini menyatakan bahwa individulah yang membentuk masyarakat dalam segala tingkah lakunya, dalam arti bila individu itu baik maka masyarakatpun ikut baik dan sebaliknya karena masyarakat itu tidak lain adalah kumpulan individu dan tiap-tiap individu mempunyai sifat dan potensi sendiri-sendiri yang dinyatakan dengan tingkah laku. Aliran subjektivisme ini dibedakan menjadi 2 yaitu: aliran subjektivisme zaman antic dan subjektivisme bentuk modern.
- subjektivisme zaman antic
prinsip dari konsep aliran ini adalah manifestasi dari sifat-sifat serta potensi-potensi yang tertentu yang ada pada individu itu sendiri. Pelopor aliran ini antara lain:
1) Plato (427-347 sebelum masehi)
Ia mengajukan suatu konsepsi bahwa jiwa manusia menjadi 3 bagian (Trichotomi), yaitu pikiran, kemauan dan nafsu. Masing-masing kemauan jiwa tersebut mempunyai tempat sendiri dalam diri manusia dan masing-masing melahirkan kebijakan-kebijakan yang khas. Pikiran akan melahirkan kecerdasan dan budi pekerti yang luhur, kemauan melahirkan keberanian dan nafsu melahirkan kebajikan kesederhanan.
Konsekuensi ajaran Plato tersebut adalah bahwa bentuk dan struktur masyarakat itu abadi sifatnya sampai dengan sifat kodrati manusia itu sendiri dengan potensi abadi yang ada dalam dirinya. Struktur masyarakat hanyalah manifestasi dari struktur jiwa seseorang.
2) Aristoteles (384-323 sebelum masehi)
Aristoteles menyatakan bahwa pada manusia hanya terda[at dua struktur jiwa (Dichotomi) yaitu kecerdasan dan kemauan. Garis-garis perkembangan manusia ditetapkan oleh factor potensi-potensi jiwa tersebut, factor-faktor lingkungan hanyalah merupakan factor yang dapat mempercepat atau memperlambat garis perkembangan ini tetapi tidak dapat mengubah atau membelokkannya. Aristoteles menegaskan bahwa pengalaman seseorang tergantung pada potensi psikologis yang ada, tidak akan dapat melampauinya. Pengalaman dan factor-faktor social tidaklah merupakan factor yang dominant.
3) Meng Tze (372-288 sebelum masehi)
ia adalah seorang filsuf tiongkok, ia mengajarkan bahwa manusia memiliki empat factor psikologis, sebagai kebajikan yang dibawa sejak lahir. Kebajikan tersebut antara lain: kebaikan, kebenaran, keadilan dan kebijaksanaan.
Manusia menurutnya adalah pada dasarnya baik menurut kodratnya.manusia menjadi tidak baik karena lingkungan yang tidak selalu merangsang individu untuk sesuai kodrat yang ada pada dirinya. Walaupun pada kodratnya manusia itu baik tetapi kita ketahui bahwa datangnya kejahatan dalam masyarakat itu juga bersumber dari individu. Perbuatan-perbuatan yang tidak baik tersebut bertentangan dengan norma-norma moral dan agama serta social ini , ditiru oleh individu –indiidu lain, kemudian beekembang dan menjalar keseluruh masyarakat akhirnya timbullah kejahatan ini jika dibiarkan akan terus berkembnag. Untuk mencegah hal tersebut, maka perlu diciptakan keharmonisan dan keseimbangan dalam masyarakat sehingga masyarakat tunbuh sesuai dengan kodratnya.
- subjektivisme modern
dengan timbulnya revolusi industri di Inggris dan revolusi prancis, merupakan tanda timbulnya keinginan masyarakat akan adanya perubahan dalam struktur masyarakat.
Jika kebutuhan individu terpenuhi dengan baik maka masyarakat pun akan menjadi baik. Masyarakat hanya menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan individu, bukan menjadi tujuan. Maka muncullah subjektivisme modern dan berkembang sesudah abad pertengahan.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah:
1) Thomas Hobbes (1588-1679)
Menurut Hobbes dorongan pokok yang ada pada diri manusia adalah insting untuk mempertahankan diri. Manusia selalu dalam perjuangan. Dalam tahap almiah, ada peperangan terus menerus yang disebut dengan bellumomnum contra omnes (peperangan semua lawan semua). Dalam keadaan ini semua orang bersifat egoistis, manusia hanya dikemudikan oleh nafsunya.
2) John Stuart Mill (1796-1873)
Dasar pokok yang mengendalikan manusia adalah egoisme dan hedonisme. Manusia dikuasai oleh oleh dorongan mementingkan dirinya sendiri baik hidup masyarakat maupun hidup seorang diri.
3) Gabriel Tarde ( 1843-1904)
Dalam ajarannya Tarde mengatakan bahwa imitasi adalah kunci dari segala kejadian yanga da dalam masyarakat. Masyarakat baru nebjadi baik jika ada persamaan dalam pandangan dan tingkah laku. Tarde mengemukakan hokum-hukum imitasi antara lain:
o The Law of descent, yaitu pandangan dan tingkah laku dan kelas golongan atas ditiru oleh golongan bawah
o The law geometrical progression, suatu hukuam yang menyatakan bahwa penyebaran secara cepat dan suatu pola, desas-desus atau keinginan berkobar-kobar, terhadap sesuatu, bermula dari sumber asalnya
o The law of internal before the exotic, menyatakan bahwa orang lebih suka meniru kebudayaan sendiri daripada kebudayaan asing.
- Objektivisme
Kalau kaum subjektivisme mengajarkan bahwa individu menentukan masyarakat, sebaliknya objektivisme mengajarkan bahwa masyarakatlah yang menentukan individu, jadi menurut subjektivisme, factor sosiologisnyalah lah menentukan bukan factor psikologis.
1. Kung Sung Yang (350 sebelum masehi)
Individu pada dasarnya a-sosial atau jahat, maka untuk menjamin pengawasan social agar individu tidak melakukan kejahatan, perlu dijalankan hukuman yang keras agar takut akan hukuman itu. Menurut Kung di dalam masyarakat ada norma-norma, nilai-nilai, adapt istiadat dll. Individu harus menyesuaikan dengan nilai-nilai dan adapt kebiasaan yang berlaku.
2. John Locke (1632-1704)
Terkenal dengan teori “tabulasi data” yang mengajarkan bahwa pada hakikatnya manusia itu putih bersih seperti meja lilin yang masih lunak, manusia akan jadi apa, tergantung pada masyarakatnya atau pendidiknya. Manusia dibentuk oleh masyarakat melalui pengalaman-pengalamannya sendiri.
3. Emile Durkheim (1858-1917)
Objektivisme mencapai puncaknya pada aliran “makro sosiologi” yang dipelopori Durkheim, Radcliffe Brown, Malinowsky, Margaret mead dll. Menurutnya individu disamakan dengan atom yang menjadi bagian dari keseluruhan. Jadi individu tidak berarti apa-apa jika tidak berada dalam ikatan keseluruhan.
Menurut Durkheim perbuatan manusia itu ada 2 macam, yaitu yang bersifat psikologis (makin lama, makin sempit) dan sosiologis (perbuatan yang dijalankan dalam ikatan social yang makin lama makin meluas).
Selain kedua aliran tersebut, ada juga aliran histories dan aliran cultural personality (yang mengajarkan bahwa bila kita hendak mengubah pola kehidupan bersama, maka kita harus mengubah pula cara kita mendidik anak), tetapi aliran tersebut memiliki banyak kelemahan-kelemahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar