AAA

Doa kan saudara-saudara kita yang tertimpa musibah saat ini, dan ulurkan tanganmu untuk meringankan beban mereka.

Jumat, 10 Desember 2010

PENELITIAN EKSPERIMEN DI BIDANG PENDIDIKAN

Oleh :
Prof. Supardi
(Guru Besar Universitas Negeri Semarang)
A. PENDAHULUAN
Setiap guru yang telah senior merasakan bahwa kenaikan pangkat dari IIIa ke
Pembina/IVa sangat mudah, cepat dan lancar tanpa dituntut persyaratan yang dapat
memberatkan guru, akibatnya sangat banyak guru yang menduduki pangkat/jabatan
tersebut. Sedangkan untuk menduduki Pembina Tk.I/gol. IVb harus memunyai nilai
kredit pengembangan profesi. Mengapa banyak guru Pembina/gol. IVa usulan
kenaikan pangkatnya banyak yang belum berhasil? Hal ini disebabkan karena karya
ilmiah (KTI) yang diusulkan belum memenuhi syarat, antara lain: (a) banyak KTI
yang tidak asli, jiplakan/plagiat, bukan buatan sendiri, (b) KTI-nya berisi uraian
yang terlalu umum, tidak berkaitan dengan permasalahan atau kegiatan nyata yang
dilakukan guru dalam mengembangkan profesinya, (c) sistematika tulisannya tidak
mengikuti sistematika karya ilmiah.
Apakah untuk naik ke Pembina Tk I/IVb melalui pengembangan profesi sangat
berat? Sebenarnya tidak asalkan mau berusaha, belajar, dan menulis sesuai dengan
profesinya sebagai guru. Apakah KTI merupakan satu-satunya kegiatan
pengembangan profesi? Tidak, KTI bukan merupakan satu-satunya kegiatan
pengembangan profesi guru. Namun, karena berbagai alasan yang antara lain belum
jelasnya petunjuk operasional pelaksanaan dan penilaian dari kegiatan selain
KTI, maka kegiatan pengembangan profesi sebagian terbesar dilakukan melalui KTI.
Apa saja jenis KTI itu? KTI itu ada 7 jenis, yaitu penelitian, kajian ilmiah hasil
gagasan sendiri, ilmiah populer, makalah seminar, buku pelajaran/ modul, diktat
pelajaran, dan hasil terjemahan. Dari ketujuh jenis KTI itu, hasil penelitian yang
2
mempunyai nilai kredit tertinggi, maka guru cenderung memilih jenis ini untuk
kenaikan pangkatnya walaupun banyak yang belum menguasai cara/metode
penelitiannya.
Sebagai contoh; ada seorang guru menghadapi masalah proses pembelajaran di
kelas: siswa sulit memahami kompetensi dasar pada pelajaran tertentu, sebagian
besar siswa prestasi belajarnya rendah, tidak berani mengeluarkan pendapat, dan
motivasi/minat belajar kurang. Timbul pertanyaan pernahkah guru mencari upaya
untuk mengatasinya? Apa yang harus dilakukan guru? Apa tidak perlu dicari akar
masalahnya? Apa guru tetap mengajar seperti biasanya dan masalah itu diabaikan?
Tentunya tidak, dan ternyata umumnya guru sudah berupaya untuk mengatasinya
dengan berbagai cara/metode/ pendekatan melalui perubahan cara mengajar
seperti metode/ pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning), quantum
learning, cooperative learning, tutor sebaya, local material learning, dan lain-lain.
Hasilnya menunjukkan ada perubahan ke arah perbaikan. Hal ini memberi
gambaran bahwa guru tersebut sudah melakukan kegiatan pengembangan profesi,
namun belum ditulis secara sistematis sehingga tidak punya bukti untuk diusulkan
kenaikan pangkat melalui pengembangan profesi. Ada pula guru yang sepulang
mengikuti Diklat, langsung mencoba metode mengajar yang baru saja diperolehnya,
dan hasilnya memberikan kepuasan baik prestasi belajar, suasana belajar maupun
keberanian bertanya, dan menambah percaya diri guru. Guru tersebut sudah
melakukan kegiatan ilmiah, sudah melaksanakan pengembangan profesinya, namun
lagi-lagi tidak ada bukti tertulis yang terdokumensi yang harus disampaikan sewaktu
akan mengusulkan kenaikan pangkat.
Pada waktu melihat prestasi siswanya rendah seorang guru sudah berpikir
bagaimana cara mengatasinya. Untuk itu, berdasarkan hasil diklat yang diikutinya,
mereka ingin mencoba menerapkan melalui penelitian. Apakah hasil belajar siswa
yang diajar dengan metode belajar yang selama ini dilakukan lebih jelek
dibandingkan dengan metode baru yang diperoleh waktu diklat. Untuk mencoba
guru tersebut tidak memahami jenis penelitian apa yang tepat digunakan untuk
mengatasi masalah itu? Belum semua guru menguasai berbagai jenis penelitian.
Jenis penelitian yang sering digunakan guru dalam mengatasi masalah pembelajaran
3
adalah penelitian tindakan kelas, penelitian deskriptif, penelitian korelasional, dan
penelitian eksperimen. Jenis pendekatan penelitian yang paling tepat untuk
merealisasi kegiatan guru dalam membandingkan dua metode pembelajaran
terhadap hasil belajar adalah melalui penelitian eksperimen.
Apakah penelitian eksperimen itu? Apa tujuannya? Bagaimana cara melakukan yang
benar? Bagaimana menulis laporan hasil penelitiannya agar memenuhi syarat dan
dapat nilai kreditnya? Marilah kita belajar bersama untuk memahami dan kemudian
melaksanakan secara hati-hati dan terarah.
Penelitian eksperimen (Experimental Research) merupakan kegiatan penelitian
yang bertujuan untuk menilai pengaruh suatu perlakuan/ tindakan/treatment
pendidikan terhadap tingkah laku siswa atau menguji hipotesis tentang ada-tidaknya
pengaruh tindakan itu bila dibandingkan dengan tindakan lain. Berdasarkan hal
tersebut maka tujuan umum penelitian eksperimen adalah untuk meneliti pengaruh
dari suatu perlakuan tertentu terhadap gejala suatu kelompok tertentu dibanding
dengan kelompok lain yang menggunakan perlakuan yang berbeda. Misalnya, suatu
eksperimen dimaksudkan untuk menilai/ membuktikan pengaruh perlakuan
pendidikan (pembelajaran dengan metode pemecahan soal) terhadap prestasi
belajar matematika pada siswa SMA atau untuk menguji hipotesis tentang
ada-tidaknya pengaruh perlakuan tersebut bila dibandingkan dengan metode
pemahaman konsep. Tindakan di dalam eksperimen disebut treatment, dan
diartikan sebagai semua tindakan, semua variasi atau pemberian kondisi yang akan
dinilai/diketahui pengaruhnya. Sedangkan yang dimaksud dengan menilai tidak
terbatas adalah mengukur atau melakukan deskripsi atas pengaruh treatment yang
dicobakan sekaligus ingin menguji sampai seberapa besar tingkat signifikansinya
(kebermaknaan atau berarti tidaknya) pengaruh tersebut bila dibandingkan dengan
kelompok yang sama tetapi diberi perlakuan yang berbeda.
Apakah perlu kelompok pembanding? Marilah kita renungkan jawaban ini. Di dalam
proses yang disebabkan oleh satu macam tindakan/ perlakuan, kita tidak pernah
dapat menyatakan bahwa tindakan dan proses itu menghasilkan sesuatu yang lebih
baik, kurang baik, dan kita baru dapat menyatakan kalau sudah dibandingkan
4
dengan yang lain. Dari suatu tindakan kita hanya dapat menyatakan bahwa proses
ini begini dan begitu itu akan menimbulkan gejala yang begini atau begitu. Gejala
itu baru dapat dikatakan lebih baik jika gejala lain menjadi ukuran sebagai
pembanding. Oleh karena itu dalam suatu eksperimen ilmiah dituntut sedikitnya dua
kelompok, yang satu ditugaskan sebagai kelompok pembanding (control group),
sedang kelompok yang satu lagi sebagai kelompok yang dibandingkan
(experimental group).
Bagaimana cara melaksanakan jenis penelitian eksperimen ini ? Untuk melaksanakan
suatu eksperimen yang baik, kita perlu memahami terlebih dahulu segala sesuatu
yang berkaitan dengan komponen-komponen eksperimen. Baik yang berkaitan
dengan pola-pola eksperimen (design experimental), maupun penentuan kelompok
eksperimen dan kontrol, bagaimana kondisi kedua kelompok sebelum eksperimen
dilaksanakan, cara pelaksanaannya, kesesatan-kesesatan yang dapat
mempengaruhi hasil eksperimen, cara pengumpulan data, dan teknik analisis
statistik yang tepat digunakan. Hal itu semua, para guru dapat mempelajari,
mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan penelitian itu, tanpa meninggalkan
tugas sehari-hari di kelas.
B. MEMPERSIAPKAN EKSPERIMEN
Marilah kita mempersiapkan penelitian eksperimen secara baik. Sebelum peneliti
melaksanakan treatment/perlakuan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Sebagai ilustrasi seorang guru akan mengadakan percobaan tentang keampuhan dua
metode mengajar dalam bidang Matematika, Mana di antara dua macam metode
yang dapat memberikan prestasi belajar yang lebih baik (metode pemahaman
konsep atau metode pemecahan soal). Hal ini disebabkan karena selama ini
ditemukan oleh guru bahwa penggunaan metode pemahaman konsep yang dilakukan
menyebabkan prestasi belajar siswanya belum menggembirakan.
1. Langkah awal dijumpai ada problem terhadap prestasi belajar matematika
yang selama ini diajarkan melalui metode pemahaman konsep (Metode B).
Seorang guru matematika sewaktu mengikuti diklat mendapatkan metode
5
baru yaitu metode pemecahan soal“ (Metode A), kemudian muncul
pertanyaan: manakah di antara dua metode pembelajaran Matematika
yang dapat menumbuhkan prestasi belajar lebih baik?
2. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah metode pemecahan soal
(metode A) lebih baik dalam mengembangkan kecakapan matematika
dibandingkan dengan pemahaman konsep (metode B) atau untuk mengetahui
pengaruh metode pemecahan soal (metode A) terhadap prestasi belajar
matematika). Guru juga dapat mengetahui sikap siswa terhadap metode
pembelajaran tersebut.
3. Langkah berikutnya, mencari dasar teori yang berkaitan dengan variabel
penelitian (metode pembelajaran pemecahan soal dan pemahaman konsep,
serta prestasi belajar). Diupayakan adanya kerangka pemikiran yang
mengarah pada simpulan bahwa metode pemecahan soal lebih baik dalam
menanamkan pemahaman matematika dibandingkan dengan metode
pemahaman konsep.
4. Selanjutnya, perlu dikemukakan hipotesisnya: “Metode pemecahan soal lebih
baik dibandingkan dengan metode pemahaman konsep dalam meningkatkan
prestasi belajar matematika”. Hipotesis ini diperlukan untuk pedoman
peneliti dalam merancang lebih lanjut.
5. Langkah awal bagian metode penelitian adalah melakukan pengukuran
kepada dua kelompok yang siswanya mempunyai kesamaan kemampuan/
karakteristik dalam matematika. Untuk mengukur hal ini dapat dilakukan
dengan Uji Homogenitas. Apabila dari uji homogenitas terbukti bahwa kedua
kelompok adalah Homogen maka dilanjutkan dengan persiapan eksperimen
selanjutnya.
6. Dari dua kelompok yang sudah mempunyai kesamaan itu dipilih secara acak
atau random untuk menentukan mana kelompok kontrol dan mana yang akan
ditugaskan sebagai kelompok eksperimen.
7. Menentukan siapa guru yang akan ditugasi untuk mengajar pada
masing-masing kelompok tersebut. Bilamana telah mendapatkan guru yang
memiliki kualitas yang sama, kemudian dipilih secara acak/random untuk
6
ditugaskan ke kelompok eksperimen/kontrol. Kalau gurunya sama/satu
orang, wajib menjaga obyektivitas dalam menerapkan kedua metode
tersebut. Jadi dalam hal ini eksperimen dilakukan dengan menggunakan
metode berbeda oelh guru yang sama, dalam waktu yang berbeda pula.
8. Persiapkan materi ajar dan rincian tindakan yang akan dilakukan pada
metode yang telah ditetapkan untuk kedua kelompok tersebut.
9. Sesudah memahami langkah-langkah tersebut, kita perlu melihat kembali hal
hal mendasar yang perlu diperhatikan sebelum eksperimen dilakukan.
10. Kalau semua komponen tersebut sudah dipersiapkan dengan baik dan lengkap
barulah mencoba menyusun rancangan/desain eksperimennya. Sebagai
contoh rancangan eksperimen menggunakan Pre Test Post Test Design
dengan Kelompok Kontrol, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
C. FAKTOR YANG PERLU DIKONTROL
Sebelum eksperimen dilaksanakan ada berbagai faktor, variabel, serta kondisi
apa saja yang berkaitan dengan kegiatan eksperimen yang perlu diperhatikan.
Hal ini untuk mengantisipasi adanya perbedaan sesudah eksperimen itu
benar-benar disebabkan oleh metode bukan karena faktor lain. Faktor-faktor
yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut.
1. Latar belakang kebudayaan. Pelajar yang mempunyai kebudayaan yang
berbeda besar kemungkinan mempunyai sifat dan kebiasaan yang berbeda
pula. Untuk itu perlu diperhatikan agar adanya perbedaan bukan karena
faktor ini tetapi faktor metode mengajarnya. Ada siswa yang setiap hari
selalu belajar bersama dengan kakak-kakaknya, mengikuti pelajaran
tambahan setiap sore, dan sebagainya.
2. Dasar matematika; Sebelum eksperimen dimulai siswa masing-masing
kelas/kelompok perlu diseimbangkan agar tidak terjadi salah satu kelas
terdiri atas siswa yang pandai-pandai, sedang kelas lainnya terdiri atas siswa
yang sedang dan kurang pandai. Sehingga adanya perbedaan hasil akhir
eksperimen bukan disebabkan oleh metode mengajar tetapi oleh kondisi
siswa yang berbeda.
7
3. Ruangan kelas. Ruangan kelas kedua calon kelompok eksperimen dan kontrol
itu harus dibuat sedemikian sehingga tidak ada perbedaan kebisingan,
kepengapan karena ventilasi yang kurang, tata ruang, dan tata cahaya.
4. Waktu belajar: Perlu diperhatikan waktu berlangsungnya jam pelajaran,
tidak diperkenankan kelompok eksperimen (E) masuk pagi kelompok control
(K) masuk sore atau sebaliknya.Jika kelas E masuk pagi, kelas K harus masuk
pagi, kalau kelas E masuk jam 8.00 kelas K tidak boleh masuk jam 12.00,
sehingga hasil eksperimen dikotori oleh faktor masuk sekolah. Selain itu,
jumlah jam kedua kelas/kelompok harus sama
5. Cara mengajar : Metode-metode yang akan dicobakan harus ditetapkan dan
dirancang lebih dahulu serta dijalankan secara tertib dan benar. Cara guru
mengajar harus sesuai dengan pola yang ditetapkan dalam desain eksperimen
yang dipersiapkan.
6. Guru/pengajar : Latar belakang pendidikan, serta pengalaman mengajar
diupayakan mempunyai tingkat, level, atau derajat yang seimbang. Demikian
tingkat kedisiplinan maupun kemampuannya.
7. Lain-lain : walaupun peneliti sudah berupaya mengendalikan variabel non
eksperimen agar tidak memengaruhi hasil eksperimen, namun sering dijumpai
adanya kejadian yang sulit dikontrol dan diprediksi, misalnya: tiba-tiba
dijumpai adanya siswa yang suka mengganggu jalannya pelajaran, sehingga
mempengaruhi temannya untuk tidak disiplin, atau terganggu konsentrasinya
akibat ulah satu atau beberapa temannya. Dapat terjadi pula adanya
pemberian bimbingan belajar di luar jam pelajaran, baik oleh anggota
keluarga atau yang lain.
Perlu disadari bahwa sebenarnya banyak sekali faktor yang mungkin dapat
berpengaruh terhadap eksperimen. Oleh karena itu, peneliti eksperimen perlu
hati-hati pada setiap langkah agar selalu memperhatikan adanya kemungkinan
timbulnya kesesatan, dan ada upaya untuk mengendalikan.
D. KESESATAN DALAM EKSPERIMEN
8
Segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi, keadaan, faktor, perlakuan, atau
tindakan yang diperkirakan dapat memengaruhi hasil eksperimen disebut
variabel. Dalam eksperimen selalu dibedakan adanya variabel-variabel yang
berkaitan secara langsung diberlakukan untuk mengetahui suatu keadaan
tertentu dan diharapkan mendapatkan dampak/akibat dari eksperimen sering
disebut variabel eksperimental atau treatment variable, dan variabel yang
tidak dengan sengaja dilakukan tetapi dapat memengaruhi hasil eksperimen
disebut variabel noneksperimental. Variabel eksperimental adalah kondisi yang
hendak diteliti bagaimana pengaruhnya terhadap suatu gejala. Untuk mengetahui
pengaruh varibel itu, kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimental dan kontrol
dikenakan variabel eksperimen yang berbeda (misalnya metode pemecahan soal
untuk kelompok eksperimen dan metode pemahaman konsep untuk kelompok
control) atau yang bervariasi.
Variabel noneksperimental sebagian dapat dikontrol, baik untuk kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol. Ini disebut variabel yang dikontrol atau
controlled variable. Akan tetapi sebagian lagi dari variabel non-eksperimen ada
di luar kekuasaan eksperimen untuk dikontrol atau dikendalikan. Ini disebut
variabel ekstrane atau extraneous variable. Dalam setiap eksperimen, hasil
yang berbeda pada kelompok eksperimen dan kontrol sebagian disebabkan oleh
variabel eksperimental dan sebagian lagi karena pengaruh variabel ekstrane.
Oleh karena itu, setiap guru yang akan melakukan eksperimen harus memprediksi
akan munculnya variabel pengganggu ini.
Adanya perbedaan hasil eksperimen yang dilakukan oleh peneliti/guru/ pengawas
dari kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, bukan secara mutlak
disebabkan tindakan yang diberikan, tetapi sebagian lagi karena adanya variabel
luar/ekstrane yang ikut mempengaruhinya. Besar kecilnya pengaruh variabel
ekstrane yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan dengan yang diobservasi
dalam hasil eksperimen disebut kesesatan atau errors. Dalam eksperimen
dapat dijumpai adanya dua jenis kesesatan yaitu : (1) Kesesatan konstan, dan
(2) Kesesatan tidak konstan (kesesatan kompensatoris). Kesesatan konstan
merupakan pengaruh akibat variabel ekstrane, yang selalu ada dalam setiap
9
eksperimen. Variabel ini tidak dapat diketahui, tidak dapat diukur dan sulit untuk
dikendalikan, serta tidak mudah untuk diperhitungkan dan dipisahkan dengan
perbedaan hasil yang ditimbulkan oleh variabel eksperimen. Sebagai contoh dari
kesesatan konstan adalah sebagai berikut.
Suatu penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh suatu metode
(pemecahan soal) terhadap prestasi belajar matematika. Prosedur eksperimen
telah dilaksanakan sesuai dengan metodologi yang benar, maka peneliti
berkeyakinan bahwa adanya perbedaan hasil belajar siswa nanti secara mutlak
dipengaruhi oleh baiknya metode yang dilakukan. Ia tidak menyadari adanya
berbagai variabel yang mungkin dapat mengganggu proses dan hasil eksperimen.
Variabel pengganggu kesesatan konstan; misalnya pada kelompok kontrol
terdapat siswa yang pada sore hari ikut pelajaran tambahan/privat. Di samping
itu, banyak orang tua/keluarga yang peduli sekali terhadap waktu dan
kedisiplinan belajar anaknya, sehingga anak itu selalu dibimbing atau diawasi
orang tuanya. Ditinjau dari segi guru yang mengajar di kelompok kontrol
mempunyai karakteristik kecakapan mengajar, penguasaan bahan ajar,
kepribadian, dan pendekatan kepada siswa sangat bagus. Alat untuk mengukur
kemampuan siswa baru mampu mengukur sebagian dari kecakapan dan materi
yang diajarkan. Variabel-variabel tersebut merupakan variabel luar/ekstrane
yang sulit diperhitungkan, sulit dikendalikan, sehingga disinilah muncul adanya
kesesatan konstan.
Dengan adanya kesesatan itu, berakibat setelah data akhir eksperimen diperoleh
dan dianalisis terjadi tidak adanya perbedaan antara hasil belajar
matematika bagi siswa kelompok eksperimen yang diberi perlakukan metode A
(pemecahan soal) dengan kelompok kontrol yang menggunakan metode B
(pemahaman konsep). Mengapa hal ini terjadi ? Padahal secara teori jelas bahwa
metode pemecahan soal lebih baik dibandingkan dengan metode pemahaman
konsep. Apa jawabannya? Hal ini terjadi karena banyaknya variabel luar/ekstrane
yang muncul pada suatu kelompok tertentu pada saat waktu pelaksanaan
eksperimen. Jadi, hasil belajar pada siswa kelompok kontrol telah dicemar oleh
varibel ekstrane yang peneliti tidak mampu memperhitungkannya. Padahal kalau
10
eksperimen berjalan dengan mulus tanpa banyak dipengaruhi variabel yang
menyesatkan, besar kemungkinan metode yang dicobakan pada kelompok
eksperimen akan mampu memberikan hasil belajar yang lebih baik.
Kemudian, tindakan apa yang sebaiknya dilakukan guru yang akan melakukan
eksperimen? Perlu mempersiapkan secara maksimal berbagai komponen yang
berkaitan dengan metode yang akan dieksperimenkan pada bidang materi
pelajaran tertentu, baik yang berkaitan dengan metode pembelajaran yang akan
diperlakukan, materi pelajaran, guru pelaksana tindakan, siswa yang dikenai
tindakan, kondisi/situasi kelas, lingkungan belajar, maupun komponen lain yang
mungkin dapat mempengaruhi hasil eksperimen. Selama proses kegiatan
ekperimen berlangsung, peneliti perlu memperhatikan adanya variabel lain yang
dimungkinkan akan dapat mengganggu. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi
munculnya variabel luar yang dapat menyesatkan hasil eksperimen.
Kemudian, apa yang dimaksud dengan kesesatan tidak konstan itu? Kesesatan
tidak konstan adalah kesesatan yang terjadi pada satu atau beberapa kelompok
dalam suatu eksperimen, tetapi tidak terjadi pada satu kelompok lain. Kesesatan
pada jenis ini ada kemungkinan untuk dapat diperhatikan atau dikendalikan pada
waktu mempersiapkan eksperimen, atau menentukan pola eksperimen. Kesesatan
tipe ini dapat dibedakan ke dalam tiga jenis, yaitu:
1). Kesesatan tipe S (Subyek).
2). Kesesatan tipe G (Group), dan
3). Kesesatan tipe R (Replikasi).
Untuk mendapatkan pemahaman tentang beberpa tipe kesesatan tersebut di atas
berikut ini disampaikan penjelasan singkatnya.
1) Kesesaatan Tipe S
Ciri khusus dari kesesatan adalah adanya fluktuasi subyek sampling pada
suatu penugasan subjek ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok
pembanding/kontrol pada suatu eksperimen. Kejadian ini kemungkinan
muncul karena dalam salah satu atau kedua kelompok itu terhimpun
beberapa orang dalam segi perimbangan menguntungkan salah satu dari
11
kelompok. Misalnya, dalam suatu eksperimen yang ingin diketahui pengaruh
metode terhadap hasil belajar matematika pada suatu kelas di sekolah dasar,
mungkin sekali secara kebetulan pada kelas pembanding terhimpun siswa
yang memiliki IQ yang lebih tinggi dan rajin belajar. Setelah proses
eksperimen berakhir, diadakan tes kepada kedua kedua kelompok secara
bersamaan. Setelah diadakan analisis statistik dengan menggunakan uji t
diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh antara metode A
dan metode B terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas tertentu
pada SD tersebut. Mengapa demikian? Hal ini dapat disebabkan hasil belajar
dari kedua kelompok eksperimen (kontrol dan eksperimen) bukan disebabkan
oleh pengaruh metode, tetapi karena adanya perbedaan subyek (S) yang
ditugasi pada kedua kelompok tersebut. Maka dalam pelaksanaan
eksperimen, distribusi subyek yang akan ditugasi pada kelompok-kelompok
eksperimen harus diseimbangkan, hal ini agar mendapatkan perhatian bagi
para peneliti eksperimen pembelajaran.
2) Kesesatan Tipe G
Pada suatu eksperimen dapat terjadi adanya variabel-variabel luar yang
mempengaruhi satu atau beberapa kelompok siswa dalam suatu kegiatan
eksperimen, tetapi tidak menyangkut seluruh kelompok yang digunakan.
Dalam suatu eksperimen bidang pembelajaran seorang guru yang ditugasi
untuk mengajar dengan metode CTL (eksperimen) sedemikian baiknya
sehingga memberikan pengaruh yang sangat sistematis terhadap prestasi
belajar siswa, dan sebaliknya di kelas lain, diajar oleh guru yang kurang
mempunyai motivasi mengajar, kurang menguasai bahan ajar, dan bahkan
kurang disiplin. Demikian pula kalau dalam suatu kelompok eksperimen
terdapat siswa yang nakal, dan sering mengganggu temannya waktu
pelajaran sedang berlangsung, akan mempengaruhi hasil eksperimen pada
kelas tersebut. Kalau hal ini terjadi maka kesesatan tipe G telah
mempengaruhi eksperimen, dan hasil eksperimen tersebut akan tercemari.
3) Kesesatan Tipe R
12
Ada pola eksperimen yang dilakukan terhadap beberapa eksperimen yang
dilakukan secara serentak dengan menggunakan sampel dari
bermacam-macam sub-populasi. Pada eksperimen tersebut disebut Replikasi.
Berdasarkan pada istilah inilah kesesatan tipe R ini muncul.
Pada eksperimen-eksperimen yang menggunakan metode mengajar yang
dilakukan beberapa kali umumnya dikerjakan oleh seorang guru. Akan tetapi,
guru lain juga dapat mereplika (mengulangi dalam keadaan yang sama)
setelah memahami apa yang dilakukan oleh guru sebelumnya. Kesesatan tipe
R ini terjadi bilamana variabel luar memberikan pengaruh secara sistematis
terhadap satu replikasi, tetapi tidak memberikan pengaruh pada replikasi
yang lain. Metode mengajar yang pernah diberikan sebelumnya mungkin
memberikan landasan yang sangat menguntungkan bagi metode yang sedang
dicobakan, dan tidak demikian halnya yang ada pada kondisi sebaliknya.
Metode yang akan dicobakan ternyata sudah biasa diberikan, sehingga siswa
pada sekolah itu akan mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik daripada
sekiranya mereka diajarkan dengan metode lain. Kalau eksperimen ini
dilaksanakan pada suatu sekolah, maka perbedaan pengaruh variabel yang
diobservasi dapat dianggap bebas dari kesesatan R itu. Akan tetapi kalau
ditinjau dari segi banyaknya replikasi pada suatu eksperimen yang diadakan di
beberapa sekolah, mungkin terjadi kesesatan tipe ini dan berpengaruh
terhadap rerata dari variabel yang dieksperimenkan.
E. PELAKSANAAN EKSPERIMEN
Sesudah mempersiapkan desain/rancangan eksperimen serta berusaha
mengantisipasi berbagai kesesatan yang mungkin dapat mengganggu pelaksanaan
dan hasil eksperimen, maka apa yang harus dilakukan agar eksperimen tersebut
dapat berjalan dengan baik? Namun, sebelum ke pelaksanaannya perlu dikaji
ulang, apakah materi yang akan diajarkan sudah disiapkan dengan baik? Apakah
kedua kelompok eksperimen sudah dipersiapkan sesuai prosedur penelitian
eksperimen? Dan, guru yang akan melaksanakan sudah dipersiapkan secara
13
memadai dan memiliki kualitas yang seimbang? Kalau semuanya sudah dikaji
barulah kita memperhatikan langkah berikut ini.
1. Selama 4 bulan (kalau ini rencana eksperimennya) kelompok A sebagai
kelompok eksperimen diberikan materi yang sama dengan kelompok kontrol.
Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan berbeda. Kelompok A
dengan metode pemecahan soal, sedangkan kelompok B dengan metode
pemahaman konsep (umpama ini yang direncanakan).
2. Selama pelaksanaan eksperimen diupayakan semaksimal mungkin agar
kesesatan tidak timbul terutama kesesatan yang tidak konstan, baik siswa
maupun guru pelaksana, agar tidak mengganggu hasil eksperimen.
3. Selama eksperimen perlu diamati semua perubahan yang terjadi berdasarkan
pedoman observasi yang telah dipersiapkan, misalnya aspek perhatian siswa,
keberanian siswa berpendapat, kondisi kelas, kedisiplinan siswa, dan
lain-lain.
4. Sesudah waktu eksperimen selesai (sesudah 4 bulan), diadakan tes akhir
eksperimen. Jenis tes, materi tes serta waktu pelaksanaan tes yang diberikan
pada kelompok eksperimen dan kontrol harus sama.
5. Sesudah data dikoreksi dan dianggap lengkap, ditabulasi dan dideskripsikan
sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang sudah disusun dari kedua
kelompok tersebut dianalisis dengan statistik uji t. Kalau kesimpulan
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, maka perlu dilihat mana
Meannya yang lebih besar itulah yang lebih efektif/baik. Kalau Mean pada
kelompok eksperimen lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa metode
pemecahan soal lebih efektif dalam upaya meningkatkan prestasi belajar
matematika yang berarti hipotesis kerjanya diterima.
Bagaimana kalau hasil eksperimen ternyata menolak hipotesis kerja? Apakah
penelitian itu kemudian tidak berarti dan tidak dapat diajukan untuk
mendapatkan kredit pengembangan profesi? Kalau diajukan apakah tidak dapat
dinilai sehingga hasil penelitian itu tidak bermanfaat? Kita tidak bisa langsung
menjawab ya atau tidak. Perlu dikaji secara hati-hati dengan menggunakan
14
dasar berpikir ilmiah/logika. Coba marilah kita diperhatikan beberapa asumsi
berikut untuk direnungkan:
1) Dasar penyusunan hipotesis apakah sudah menggunakan dasar teori serta
temuan ilmiah yang relevan? Jawabannya sudah, kalau sudah kita ke alur
berikutnya.
2) Bilamana penelitian itu merupakan penelitian eksperimen, apakah persiapan
eksperimen sudah dilakukan secara ilmiah menurut dasar-dasar penelitian
eksperimen? Jawabannya sudah; baik yang menyangkut penetapan kedua
kelompok kontrol dan eksperimen), maupun penetapan pelaksana
eksperimen. Kalau sudah, marilah ke pertanyaan berikutnya.
3) Kalau demikian, apakah kondisi-kondisi pada kedua kelompok eksperimen
tersebut sudah diperhatikan dengan baik dan seimbang? Jawabannya sudah,
waktu masuk sekolah, lingkungan kelas, peralatan/ alat peraga serta bahan
ajar yang akan diberikan dan komponen lain yang terkait. Kalau demikian
perlu kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya.
4) Penyebabnya ada kemungkinan peneliti kurang memperhatikan adanya
kesesatan tidak konstan yang ditimbulkan dari berbagai aspek, misalnya
adanya siswa yang sering mengganggu salah satu kelompok eksperimen, atau
adanya tindakan guru pelaksana eksperimen/kontrol yang kurang serius dalam
bertugas, atau di suatu kelas terhimpun siswa yang memiliki potensi dan
motivasi belajar yang kuat yang berkaitan dengan materi pelajaran yang
dieksperimenkan. Misalnya pelajaran matematika, di suatu kelas terhimpun
siswa yang IQ-nya bagus-bagus dan tidak demikian pada kelas yang lain. Kalau
hal ini jawabannya tidak dan masalah itu sudah diperhatikan serta sudah
dilaksanakan guru pelaku eksperimen/peneliti, maka peneliti perlu
mengajukan pertanyaan berikutnya.
5) Kemungkinan peneliti waktu menyusun alat evaluasi belajar hasil eksperimen
tidak memperhatikan tingkat validitas dan reliabilitasnya. Artinya ketepatan
dan ketelitian alat evaluasinya tidak terpenuhi, atau tingkat keterandalannya
belum diperhatikan, atau belum mencakup seluruh materi pelajaran. Atau,
waktu pelaksanaan evaluasi/tes akhir tidak dilakukan bersamaan, sehingga
15
siswa pada salah satu kelas mendapatkan bocoran dari kelas lain. Kalau
jawabannya juga tidak, maka lanjutkan ke pertanyaan yang ke-6.
6) Jika demikian ada kemungkinan cara analisis datanya tidak tepat, tidak
mengikuti teknik analisis statistik eksperimen sesuai dengan pola yang
digunakan. Dimulai dari koreksi hasil post test/evaluasi akhir, tabulasi sampai
penggunaan pada analisis dengan teknik statistiknya harus benar, kesalahan
tanda koma saja dapat mengakibatkan dari ada perbedaan menjadi tidak ada
atau sebaliknya. Bilamana hal ini juga sudah dilaksanakan dengan statistik
dan prosedur analisis yang tepat dan hati-hati oleh peneliti. maka tinggal
kemungkinan/ alternatif atau asumsi terakhir.
7) Kalau keenam hal di atas sudah dilaksanakan dengan baik, hati-hati dan juga
tidak melakukan penyimpangan, maka kemungkinan terakhir yaitu adanya
kesesatan konstan yang tidak mungkin peneliti mampu untuk
mengatasi/menghilangkan, tetapi peneliti juga tidak mencoba mengurangi
kesesatan ini. Kondisi itu misalnya, pada salah satu kelompok sebagian besar
siswa pada sore hari mengikuti pelajaran tambahan, banyak dibimbing
saudara/orang tuanya pada malam hari, budaya disiplin belajar telah
tertanam pada sebagian siswa, alat/sarana/media belajar siswa lengkap atau
sebaliknya pada kelompok lain banyak anak yang malas belajar dan faktor
lain yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar.
Untuk itu, bilamana hasil penelitiannya menolak hipotesis dan peneliti mampu
memberi alasan/bahasan yang logis dan argumentasi yang jelas, dan kuat maka
hasil penelitian tersebut tetap dapat diajukan dan bahkan mungkin mempunyai
nilai/kredit atau dapat diusulkan/diajukan untuk kenaikan jabatan/ pangkat
pengembangan profesi. Justru kalau hasil penelitian menolak, hipotesisnya
dibangun dengan mempunyai dasar kuat dan data lapangan yang dihasilkan
secara faktual memang mendukung adanya, maka akan dapat menumbuhkan
pemikiran baru, konsep baru yang dapat mengarah ke pembentukan teori baru
kalau penelitian lanjutan untuk memperkuat hasil penelitian tersebut dilakukan.
Akibatnya, diperolehnya konsep baru, preposisi baru akan dapat mengembangkan
16
teori baru dan meninggalkan teori lama. Memang jarang dijumpai adanya
peneliti yang demikian atau peneliti tidak berani menyampaikan hasil
penelitiannya bilamana hasil analisis tidak menerima hipotesis kerjanya, karena
peneliti belum mampu memberikan alasan yang mendasar atas ditolaknya
hipotesis tersebut.
Sesudah dipahami bagaimana mempersiapkan/menyusun rancangan eksperimen,
melaksanakan serta faktor apa yang harus dikendalikan agar tidak mengganggu
hasil eksperimen, perlu dipelajari beberapa jenis eksperimen mana yang
paling sesuai bagi guru yang akan mencoba metode pembelajaran dalam upaya
memperbaiki hasil belajar siswa. Dipersilahkan Anda membaca bagian berikut ini.
F. DESAIN EKSPERIMEN
Apakah desain eksperimen itu? Desain eksperimen adalah suatu rancangan
percobaan dengan setiap langkah tindakan yang terdefinisikan, sehingga
informasi yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang akan
diteliti dapat dikumpulkan secara faktual. Dengan kata lain, desain sebuah
eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum
eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh
sehingga akan membawa ke analisis obyektif dan kesimpulan yang berlaku dan
tepat menjawab persoalan yang dibahas.
Sebagai contoh, untuk meneliti pengaruh metode pemecahan soal terhadap
prestasi belajar matematika, perlu dipersiapkan rancangan/proposal penelitian.
Untuk itu, perlu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:
a. Persoalan apa yang menjadi pusat perhatian peneliti sehingga harus
melakukan penelitian dengan penelitian eksperimen?
b. Bagaimana mempersiapkan kelompok eksperimen dan kontrol?
c. Karakteristik metode pembelajaran apa yang akan dibandingkan?
d. Variabel tergantung (dependent) apa yang menjadi pusat perhatian peneliti
dan apa instrumen pengukurnya?
17
e. Apa teori dasar yang harus dipersiapkan?
f. Berapa lama eksperimen akan dilakukan?
g. Metode analisis apa yang tepat digunakan?
h. Bagaimana mengurangi kesesatan pada kedua kelompok?
Pertanyaan di atas memberi gambaran bahwa suatu desain untuk mengerjakan
suatu eksperimen perlu dipikirkan selengkap dan serinci mungkin, agar dapat
dipakai pegangan dalam pelaksanaannya.
Dalam penelitian eksperimen kita tidak terkonsentrasi pada satu jenis desain/
pola eksperimen saja. Ada tiga desain yang disajikan, guru dapat memilih
alternatif mana yang paling tepat untuk mencoba suatu tindakan tertentu
bilamana kondisi siawa/kelas/sekolah mengalami masalah. Setiap pola/desain
eksperimen mempunyai kelemahan dan kebaikannya, namun peneliti harus
mampu memilih desain eksperimen yang dapat dilaksanakan dan paling minim
mengandung resiko kelemahan.
Sebenarnya lebih dari 8 (delapan) desain eksperimen yang dapat kita pelajari,
namun berikut ini hanya disampaikan beberapa desain eksperimen yang sering
digunakan guru dalam memperbaiki hasil belajar siswa, yaitu:
1) Treatments by Levels Designs,
2) Treatment by Matched Groups Designs, dan
3) Matched Subjects Designs.
Untuk mendapatkan gambaran yang agak jelas berikut ini diuraikan secara
singkat ketiga desain eksperimen tersebut.
1. Treatment by Levels Designs.
Desain ini memberikan dasar-dasar pengamatan stratifikasi yang lebih baik.
Kita sadari bahwa pada setiap kelompok/kelas selalu dijumpai adanya siswa
yang masuk kelompok tinggi dan rendah, ada siswa-siswa yang pandai dan
kurang pandai, maka melalui desain ini stratifikasi itu perlu mendapat
perhatian dalam menentukan kelompok kontrol dan eksperimen. Kondisi
18
semacam ini dalam pelaksanaan suatu eksperimen perlu diperhatikan agar
tidak banyak mengganggu hasil akhir eksperimen.
Untuk itu, dalam persiapan eksperimen, peneliti harus menentukan dua
kelompok yang di dalamnya terdistribusi siswa yang berkemampuan yang
seimbang. Walupun demikian bukan berarti bahwa desain ini sudah terbebas
dari kesesatan, masih juga dapat terjadi bilamana tidak memperhatikan
pelaksana/guru pelaku tindakan baik di kelompok eksperimen atau di
kelompok kontrol. Pengulangan juga terjadi kalau tidak diperhatikan
kemungkinan pengulangan metode pada kedua kelompok itu. Di samping itu,
juga perlu diperhatikan variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap hasil
eksperimen, maka persiapan perlu dilakukan sebaik-baiknya.
2. Treatment by Matched Group Designs
Desain eksperimen ini merupakan desain yang paling banyak digunakan para
guru dalam menguji keampuhan suatu metode pembelajaran dibandingkan
metode lain. Data untuk persiapan dengan desain eksperimen ini dapat
diperoleh dari dokumen atau memberikan pretest kepada siswa yang akan
dijadikan subyek penelitian. Persoalan pokok yang perlu dipikirkan lebih awal
pada matching group adalah faktor-faktor yang harus diseimbangkan agar
kelompok-kelompok yang mengikuti eksperimen dapat berjalan pada kondisi
eksperimental tanpa dipengaruhi faktor ekstrane. Prinsipnya semua faktor
yang dipandang dapat mempengaruhi/mengotori pengaruh tindakan/
treatment harus di-matched/ dijodohkan sebelum tindakan atau eksperimen
dilakukan. Misalnya prestasi belajar dan kecerdasan /inteligensi dipandang
akan berpengaruh pada hasil eksperimen, maka kedua faktor itu harus
di-matched.
Cara melakukan matching dapat dilakukan dengan menguji perbedaan
kelompok-kelompok yang dicoba akan menjadi kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dengan analisis t-test. Bilamana ada perbedaan antara
kedua kelompok itu eksperimen tidak dapat diteruskan, berarti kedua
kelompok itu harus menunjukkan adanya kesamaan.
19
3. Matched Subjects Designs
Desain ini berlandaskan pada adanya matched subjects pada dua kelompok
yang dipersiapkan untuk eksperimen. Pada matched groups, yang dipakai
dasar adalah menjodohkan kedua kelompok itu dengan perhitungan seluruh
subyek yang ada pada tiap kelompok, sedang matched subjects yang
dijodohkan tiap-tiap subyek pada kelompok yang satu dengan subyek pada
kelompok yang lain. Pada matched subjects dapat dijodohkan dengan sistem:
a) nominal pairing, b) ordinal pairing, atau c) combined pairing. Pada
Nominal pairing yang dipasang-pasangkan seperti jenis kelamin, jenis
pekerjaan orang tua, sedang ordinal pairing yang dipasang-pasangkan adalah
intelegensi, prestasi belajar, atau tingkat pendidikan. Sedangkan pada
combined pairing, yang dipasang-pasangkan adalah kombinasi antara nominal
dan ordinal pairing. Pada pelaksanaannya sangat tergantung pada pelaku
eksperimen, sistem apa yang akan dipakai.
Desain ini mempunyai kepekaan (sensitivitas) yang lebih tinggi dibandingkan
dengan desain lainnya dalam mendeteksi perbedaan pengaruh
tindakan/treatment, apalagi kalau mampu memperhatikan faktor-faktor lain
yang dapat mencemari hasil eksperimen.
G. LAPORAN PENELITIAN
Kegiatan paling akhir dan sering tertunda-tunda serta menjemukan adalah
menyusun laporan hasil penelitian. Agar tidak tertunda dan tetap segar untuk
menyusun laporan dapat dimulai sejak peneliti melaksanakan kegiatan
eksperimennya. Apa yang harus ditulis awal, penelitiannya saja baru dimulai?
Kalau kita memperhatikan materi yang akan ditulis pada laporan hasil penelitian
itu, harus diingat rancangan/proposal penelitian yang sudah disusun sejak awal.
Rancangan penelitian yang sudah lengkap dan terstruktur secara sistematis, akan
memberikan bahan dasar laporan yang sangat berharga dan mengurangi beban
waktu penyusunan laporan. Tiga bab dari lima bab pada laporan sudah ada di
20
dalam rancangan/proposal penelitian, walaupun masih perlu dipertajam,
disempurnakan dan dilengkapi sesuai dengan apa yang akan dilaksanakan
peneliti. Oleh karena itu, sambil melaksanakan eksperimen guru/peneliti dapat
mengawali menyusun laporan pada bab pendahuluan, kajian teori dan pustaka,
serta bab metode penelitiannya.
Bab atau bagian baru dan lebih membutuhkan pemikiran peneliti dan belum ada
di proposal adalah Bab IV yang menyajikan hasil penelitian dan pembahasan. Bab
ini baru dapat ditulis kalau kegiatan pengumpulan data dan kegiatan
eksperimennya sudah selesai. Semua data dari proses sampai hasil akhir
eksperimen harus disajikan pada bagian ini. Cara menyajikan dapat dalam bentuk
tabel, grafik, skema atau bagan, dan bertujuan untuk mempermudah pembaca
memahmi makna yang disampaikan peneliti. Hasil analisis data didasarkan pada
hasil yang diperoleh dari tes materi pelajaran serta angket pada akhir
pelajaran/eksperimen.
Untuk menyusun laporan penelitian, guru diharapkan memahami sistematika
penulisan yang sudah ditetapkan, seperti yang terlampir pada bagian akhir
dari hand-out ini. Pada prinsipnya sistematika pembahasan mengandung tiga
bagian pokok yaitu, bagian awal, bagian inti dan bagian pendukung. Agar karya
ilmiah jenis penelitian ini memenuhi syarat untuk dinilai angka kreditnya,
diwajibkan ada pengesahan dari kepala sekolah dan guru pengusul/peneliti.
H. PENUTUP
Penelitian eksperimen merupakan jenis penelitian yang dapat dilaksanakan oleh
guru di samping penelitian tindakan kelas. Kalau dilakukan dengan hati-hati dan
cermat besar kemungkinan akan mendapatkan kepuasan tersendiri, baik dalam
bidang akademik maupun ilmu pengetahuan yang diperoleh. Guru sering sekali
memperoleh ilmu baru, mendapat metode baru yang dapat dicobakan untuk
mendapatkan gambaran secara jelas perbedaan yang diakibatkan, terlebih kalau
21
mampu mengendalikan variabel pengganggu pelaksanaan eksperimen. Untuk itu
mempelajari berbagai jenis penelitian sangat penting dalam mengantarkan guru
dalam meningkatkan/ mengembangkan profesinya secara nyata dalam
menghayati berbagai masalah yang dihadapi sehari-hari di kelas. Dengan
penguasaan penelitian eksperimen akan dapat melengkapi tugas guru dalam
upaya mengantarkan para siswanya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik.
Selamat mencoba untuk melakukan penelitian eksperimen yang sesuai dengan
disiplin ilmu yang sedang ditekuni dan dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Federer, WT, 1974, Experiment Design,: Theory and Applications, Oford & LBH
Publishing Co., New Delhi
Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi Research,: untuk Menulis Laporan, Skripsi Thesis
dan Disertasi, Penerbit Andi Yogyakarta.
Kempthorne, O., 1984, The Design andAnalysis of Experiments, Wiley Eastern Private
Ltd. New Delhi.
Linquit, EP, 1986, Design and Analysis of Experiments in Psychologi and Educa-
Tion, Boston: Houghton Mifflin Company.
Montgomery, D C., 1976., Design and Analysis of Experiment, John Wiley & Sons, New
York.
Sudjana, 1994, Desain dan Analisis Eksperimen, Penerbit Tarsito Bandung.
Sukardi, 2004, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.
-----------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar